Kepingan Biskuit

Just the darkest mind of biscuit

Berusaha Bersikap Dewasa

April21

Aku sadar betul bahwa

semakin kita dewasa,

semakin pula kita harus bisa

untuk mengendalikan diri

 

Oleh karena itu,

aku berusaha mati-matian

untuk mengelola setiap emosi yang ada

berusaha menahan diri

walau semuanya bergejolak didalam hati

 

Aku sadar betul,

banyak orang yang bisa bersikap seenaknya

dan aku tidak ingin menjadi seperti mereka

karena aku tidak ingin

orang-orang merasakan kekesalan yang sama denganku

 

Aku berusaha untuk tetap sabar

ketika berkali-kali orang lain

menguji kesabaranku

ketika tiap kali,

orang-orang tidak membalas pesanku

atau meninggalkanku dalam keadaan penasaran

 

Dan aku berusaha memaklumi

memahami setiap perasaan mereka

mungkin saja mereka lupa,

mungkin mereka sedang lelah,

mungkin perasaan mereka sedang berantakan,

atau mungkin mereka tidak siap untuk berbagi

Read the rest of this entry »

posted under Puisi | No Comments »

Chapter.

April21

Teruntuk mantan sahabatku
Yang pernah mengisi hari-hariku.

Katanya, tidak pernah ada mantan sahabat
Adanya mantan pacar
Tapi ternyata,
Mantan sahabat itu ada
Mari, membahasnya sedikit walaupun kau tidak akan pernah kembali

Ingatkah kau pada awal mula kita bertemu?
Itulah bab pertama kita.
Saat dimana—
Kita saling berkenalan satu sama lain
Menyebutkan nama dengan malu-malu

Lalu,
Bab kedua dimulai.
Ketika kita tak lagi canggung
Untuk saling melempar canda

Bab ketiga.
Ketika akhirnya,..
Kita benar-benar saling mengenal
Bukan hanya sekedar tahu nama saja
Tetapi sudah mengenal apa makanan kesukaan satu sama lain,
Bahkan sampai dark story masing-masing dari kita

Bab keempat,
Kita yang sudah saling mengenal
Kemudian bergesekan
Entah karena waktu,
Entah karena jarak,
Atau entah karena sesuatu yang tidak pernah kita duga
Hingga akhirnya kita mulai bertengkar kecil.

Bab kelima
Entah ada yang kemudian kita bisa perbaiki
Atau sampai tidak ada yang bisa diperbaiki
Kemudian,…

Bab keenam,
Dan aku tidak menemukan kamu lagi disana
Kita tidak menulis cerita yang sama lagi
Entah kenapa cerita ini mulai berubah,
Kau meninggalkanku atau aku meninggalkan mu
Tak ada yang tahu kenapa
Semua terjadi begitu cepat
Hingga kau,..
tidak ku temukan lagi
didalam bab ini.

Penutup
Aku hanya ingin mengatakan,
Walau kita tidak dapat menutup kisah kita bersama-sama
Setidaknya,
Kita pernah saling menemukan, saling mengisi, dan menggoreskan cerita yang indah satu sama lain
.
.
.
Dan aku…
Tidak pernah menyesali pertemuan kita

posted under Puisi | No Comments »

Iri (part 1)

April18

Katanya iri itu jelek

Iri itu dosa

Iri itu kejahatan

Dan iri itu pantang ‘tuk dilakukan

 

Tapi…

Bolehkah sedikit saja

Aku ingin mengiri sebentar

Paling tidak sampai tulisan ini habis

Setelah itu, aku tidak akan melakukannya lagi

.

.

.

Aku iri

Iri pada orang-orang disekelilingku

Aku iri pada mereka

Karna mereka tampak jauh

lebih luar biasa dariku

 

Aku iri pada mereka

Karena mereka memiliki perhatian yang luar biasa

Dan tak ragu menunjukannya

Dan aku juga iri pada mereka

Karena mereka berhasil menyentuh

Hati jutaan orang

 

Aku juga iri pada mereka

Yang tidak segan untuk menunjukkan siapa mereka

Tidak segan untuk berkata benar

Tegas dan berterus terang

Ketika yang lain menahan lidahnya

Dengan dalih ketidakenakkan hati

 

Aku iri pada mereka

Yang bisa hidup seenaknya saja

Tanpa memikirkan perasaan orang lain

Sementara aku disini–

Mati-matian menjaga perasaan orang lain

 

Aku iri pada mereka

Yang tampaknya bisa menarik perhatian semua orang

Yang menjadikan dirinya pusat perhatian

Yang selalu ceria– setiap saat

Seolah-olah tak pernah mengenal kesedihan

 

Aku juga iri pada mereka

Mereka yang sanggup berkata jujur

pada diri mereka sendiri

Mereka yang tidak ragu

Mengejar apa yang mereka mau

Dan tidak hanya duduk menunggu–

Persetujuan orang-orang akan mimpi mereka

 

Aku iri pada mereka

Yang sanggup mencintai diri mereka apa adanya

Yang tidak memedulikan omongan orang

Atau membenci luka mereka sendiri

Karna mereka tahu

yang terpenting bukanlah membenci

Tetapi bagaimana menerima dan mengikhlaskannya

 

Sekarang,

Aku akan berhenti iri

Tulisanku sudah mencapai akhir

Aku tahu iri itu tidak akan memberiku kepuasan

Malahan membuatku selalu merasa kurang

Karena didalam iri,

Aku hanya melihat– apa yang aku mau

Bukan apa yang sebenarnya

Mereka rasakan sesungguhnya

posted under Puisi | No Comments »

Introvert

April16

Aku adalah sosok yang terdiri dari..

kumpulan diam

Aku nyata

tetapi tidak bersuara

 

Aku jauh dari sorot keramaian

hal itu mengganggu

Aku takut pada setiap pandangan

makanya aku bersembunyi

 

Aku khilaf melakukan aksi

untuk mundur lagi

Aku ingin berubah

tapi aku takut

 

Aku ingin kebebasan

tapi berakhir tembok

Aku ingin juga seperti ‘mereka’

tapi sepertinya itu sulit

 

Aku tak tahan

ingin mengutarakan

Aku juga ingin didengar

bukan hanya dipaksa mendengar

 

Aku tidak mengharapkan

kebisingan yang bergema

Aku hanya ingin ketenangan

hanya ingin mencintai diriku sebagaimana mestinya

 

Aku tak butuh mereka

mereka yang berkata dusta

Aku sudah lelah

mendengar mereka yang mendesakku ‘bersuara’

 

Aku mungkin mundur dalam kepadatan

maju dalam pembelaan diri

Tapi tatapan mereka seolah mengatakan

“Kau ini seperti boneka rusak”

Selalu diam tanpa bersuara

 

Apakah salah untuk menghindar popularitas

Hidup dalam bayangan

tak ada yang bisa menyakiti

Hidup dalam bayangan

Tak akan bersinggungan

Atau menyinggung perasaan orang lain

Apakah salah?

 

Benda mati yang jatuh tak bisa disalahkan

karena mereka tak melakukan gerakan

Sama seperti manusia tanpa komentar

akan aman jika diam

 

Tapi jika aku diam

orang-orang berkomentar

aku disuruh ini-disuruh itu

seolah-olah mereka yang paling benar

 

Mereka tidak tahu

bahwa putri malu bisa menjadi Rafflesia Arnoldi

Menghindar saat awal tersentuh

memangsa jika terusik

 

Kau tidak tahu kekuatan dalam diam

Ada kesabaran dibaliknya

Ada kebijaksanaan yang bercokol

Dan adapula teguran

ketika kata tak mampu terucap

 

-silent.x_monster ft. freesaster

posted under Puisi | No Comments »

Tanyakan pada dirimu sendiri

April15

Tanyakan pada dirimu sendiri

Apakah kau sudah jujur pada dirimu sendiri

Apakah yang kau buat selama ini, memang sesuai keinginanmu

Atau paksaan dari lingkungan sekitarmu

 

Tanyakan pada dirimu sendiri

Apakah kau sudah hidup sebenar-benarnya

Menerima diri sendiri

Sambil terus memperbaiki diri

 

Tanyakan pada dirimu sendiri

Apakah yang sedang kau kerjakan saat ini

Adalah yang kau cita-citakan sejak dahulu

Atau kau hanya bersembunyi karena takut akan hinaan

 

Tanyakan pula pada dirimu sendiri

Apa teman-temanmu yang ada saat ini

Adalah teman-teman yang sejujurnya kau butuhkan

Atau kau hanya butuh mereka untuk dipamerkan

 

Tanyakan pada dirimu sendiri

Tanyakan lebih dalam

Cobalah untuk jujur pada dirimu sendiri

Biar bagaimanapun itu adalah.. kamu

 

posted under Puisi | No Comments »

Belajar Menghargai Setiap Hal Kecil

April14

Belajar menghargai orang lain

Tidak semua orang akan selalu bersamamu

Karena tidak semya orang akan tinggal

Beberapa dari mereka, mungkin akan pergi

Tanpa sedikitpun mengucapkan selamat tinggal

,

Belajar hargai orang lain

Belajar untuk menghargai setiap bentuk perhatian mereka

Belajar untuk menghargai setiap orang yang meluangkan waktunya–

walau hanya untuk membalas pesan-pesan singkatmu

,

Belajar menghargai setiap momen yang ada

Karena waktu kita terbatas

Karena kita semua bertumbuh

Dan kita semua akan berubah

,

Setiap momen yang kita cetak hari ini

Mungkin hanya akan menjadi kenangan di hari esok

Jangan sampai menyesal–

Jangan tunggu sampai kehilangan

Baru menyadari artinya menghargai orang lain,

Setelah mereka pergi dari kehidupan kita

posted under Puisi | No Comments »

Aku tidak ingin memberi judul.

April14

Waktu favorit kami adalah pukul 8.00

Atau itu untukku

Dan dia setengah jam lebih telat

 

Tidak ada alasan khusus mengapa

Tapi entah mengapa jam itu terasa tepat

Dan biasanya kami akan menghabiskan hari

Sampai jam menunjukkan angka 12 tengah malam

 

Kegiatan kami sederhana

Tak ada yang istimewa

Hanya mengukir kata

Di sebuah program bernama gdocs

 

Aku menulis,

Dan dia menulis

Aku menentukan tema

Kemudian dia menyambung

Begitu selanjutnya bergantian

 

Kami menuliskan apa saja yang kami rasakan

Aku biasanya menulis secara gamblang

Sedangkan dia lebih suka bersembunyi

di balik mana tersirat

Lebih tepatnya adalah aku tidak ingin

menyusahkan pembacaku

Tapi sedikit berpikir itu baik— karena tanpa tulisannya

Kata-kata di puisi kami tak akan pernah

membuat orang menikmati proses berpikir

 

“Udah” dan “Sudah”

Itulah tanda untuk mengakhiri bagian kami

Meminta yang lain ‘tuk melanjutkan

Dan rasanya menyenangkan ketika kursor kami

dialihkan kepada yang lain

Dan kami atau lebih tepatnya aku—

sangat menikmati momen mengamati mengamati yang lain sibuk

mengguratkan kata atau menghapus beberapa kata

Mencoba memantaskan dengan bait sebelumnya

 

Kemudian,

Setelah berlarik-larik puisi kami tulis

Dan berbagai frasa kami ketikkan

Sampai pula pada tahap akhir

Bagaimana menutup sebuah puisi dengan baik

Jika sudah terasa pas, tanpa ragu kami berhenti

Kemudian berdiskusi memberi judul

 

Benar-benar kegiatan yang menyenangkan

Dan bagaimana kami berusaha untuk berjalan di setiap perbedaan

dengan langkah yang sama

Menyamakan ritme, menyamakan makna,

dan saling mengurai emosi

Ada beberapa emosi yang terlintas

disetiap kata

Seolah setiap kata adalah

perwakilan hati kami

Yang mungkin selama ini

kami sembunyikan dalam diam

 

Aku senang dan benar-benar senang

Senang karena saling menemukan

Dalam ribuan kata yang terbentang

 

Senang karena akhirnya ada yang mengerti

Kalau kata tak cukup disimpan dalam diam

posted under Puisi | No Comments »

(Mulai dari sini)

April12

Hai teman, apakabar?

Hai sahabat, bagaimana harimu?

Aku rindu. Kita sudah lama tidak bertemu

Kapan kau memunculkan batang hidungmu?

Walau aslinya kau pesek, ah sudahlah.

 

Pesek-pesek begini aku ini ngegemesin

Buktinya kau rindu, ingin bertemu

 

Kau juga rindu kan?

Dengan hujatanku.

 

Diam kau.

Belum bertemu, sudah menghujat

Tak habis pikir makhluk apa kau ini

Kenapa pula aku ini mau berteman denganmu

Mungkin setengah kesadaranku hilang saat itu

Sehingga aku bisa berteman denganmu

*

Aku rindu.

Menghujatmnu di ruangan pembawa kantuk.

Menganggumu waktu suasana serius.

Menagih es krim saat nilamu mendekati sempurna.

Memanfaatkanmu walaupun itu hanya fantasi.

 

Sama aku juga.

Aku rindu menertawakanmu bocah SMP

Menertawaimu karena mukamu kusut penuh kesal dengan abang grab

Menghujatmu karna kau paling takut dengan hujan

Atau meledekmu yang suka bengong di pagi hari

 

Mengapa kau ingin berteman denganku?

Aku selalu mengusikmu.

Aku tidak sepintar yang lainnya.

Aku mendekati aneh.

Tidak ada yang bisa dimanfaatkan dariku.

 

Mengapa untuk berteman perlu alasan?

Mengapa ukuran kepintaran menjadi suatu patokan?

Mengapa pula teman ingin memanfaatkan temannya?

Bukankah untuk berteman, kita hanya perlu menjadi diri sendiri?

 

Seharusnya aku memanfaatkanmu.

Membenci atas keambisanmu.

Percaya adalah hal terakhir yang kurasakan.

Akan tetapi ku tak sanggup melakukannya.

 

Terima kasih untuk tidak melakukannya,

Terima kasih sudah percaya,

Dan terima kasih pula akan kenyataan akhirnya kita berteman

Kuharap kita saling bertahan, saling menguatkan satu sama lain, dan tidak akan pernah meninggalkan

 

Jika kita lama tak berjumpa.

Jangan lupa aku.

Jangan lupa persahabatan kita.

Jangan segan menyapaku.

Karena, aku selalu mengingatmu.

 

Baiklah, ucapku.

 

-silent.x_monster feat freesaster

posted under Puisi | No Comments »

LUKA

April12

Katamu luka itu apa?

        Goresan tak terhujung. .

 

Tapi benarkah demikian?

         Bukankah selalu ada ujung di setiap hal?

 

Apakah  air yang tumpah akan kembali?

         Tentu saja tidak. Ia akan mengalir begitu saja

 

Apakah air itu akan merugikan orang lain?

         Bisa ya dan bisa juga tidak–tergantung bagaimana kita memandangnya

         Sama seperti luka yang berakhir pulih ataupun dendam.

 

Lantas, apa yang akan kau pilih?

        Bimbang. Tergantung situasi yang mendukung.

        Manusia tidak ada yang sempurna.

 

Jika situasi memungkinkanmu untuk pulih

Apakah kamu akan tetap mempertahankan luka itu?

        Luka mungkin lepas tetapi tetap membekas.

        Seperti cacar air yang berbekas di tubuh.

 

Lalu, ketika kau melihat bekas luka itu..

Apakah yang ingin kau ceritakan?

Perasaan sakit yang pernah ada atau proses menjadi pulih

 

Memori, sakit, dan putus asa.

Tiga kata itu yang kualami dalam sekejap.

Apakah ada yang bisa memulihkan?

Aku tidak percaya.

 

Bagaimana kalau Aku– si pemilik waktu

Mengatakan bisa memulihkannya

Akankah kau percaya?

 

Jika aku mengatakan.

Putarlah waktu dan jadikan luka itu tiada.

Akankah permintaanku terwujud?

 

Baiklah, Aku akan mengabulkannya

Tapi apa kau berani jamin kalau luka itu bisa kau cegah?

 

Mungkin.

Hanya takdir yang tahu.

Kalau, luka itu akan ada.

 

Si pemilik waktu itu tertawa,

“Jadi, mengapa sekarang kulihat kau begitu tidak percaya diri?”

Ku pikir kau akan sangat yakin menantangku, ternyata tidak demikian.

 

Kau, sang pemilik waktu yang mengiring takdir..

Bagaimana aku punya nyali?

Aku tidak bisa memastikan perlakuanmu selanjutnya.

 

Kalau begitu, biar kuberitahu beberapa hal

Lukamu itu akan tetap ada walau waktu terus kuputar

Tak ada yang bisa menjamin kalau luka itu menjadi tiada

Kalaupun bukan luka yang ini, akan ada luka yang lain

Tapi bagaimana sikapmu menghadapinya,…

Itulah yang akan menentukan bagaimana itu tetap menjadi luka atau tidak

 

Kau benar.

Luka mungkin di ambang mustahil untuk pulih.

Tetapi, akan ada seribu alasan.

Alasan untuk menghilangkannya.

 

-silent.x_monster feat freesaster

posted under Puisi | No Comments »

Melupakan Kodrat Sebagai Manusia

April8

Saat kita lahir,…

Kita belajar menangis

Itulah satu-satunya bahasa yang universal

Satu-satunya bahasa yang mengekspreksikan diri

 

Lalu kita semakin bertumbuh

Dan lingkungan kita membantu kita untuk bertumbuh

Sekeliling kita berusaha untuk menarik perhatian kita

Mencoba mengajarkan kita berbagai macam hal

 

Hanya tawa dan semangat yang tergurat

Dan saat kita mengucapkan sebuah kata…

Itulah kebahagiaan terbesar mereka

 

Perlahan tapi pasti,

Kosakata semakin bertambah

Hingga terkadang kata-kata itu

Berubah menjadi pedang

 

Karena kata-kata yang kita lontarkan,

Kita mulai berdebat

Bertengkar lalu menjadi musuh

 

Tetapi sebuah kata juga adalah penyejuk

Bagaikan semilir angin yang bertiup

Membuat kita tersepoi-sepoi

Menenangkan jiwa yang bergejolak

 

Makin lama…

Kita semakin banyak bicara

Dan lupa untuk mendengar

 

Padahal diam terkadang lebih baik

Dan kodrat kita bukanlah untuk banyak berkata-kata

Tetapi untuk lebih banyak mendengar

 

Karena..

Kita mempunyai dua buah telinga

Tetapi,hanya mempunyai sebuah mulut

 

Karena pencipta kita adalah Tuhan yang Maha Tahu

Mengetahui bahwa kata-kata tak selamanya solusi

Mungkin malah menjadi polusi

 

Banyak mendengar tidaklah salah

Sabar untuk menunggu giliran

Adalah lebih baik dari pada bertengkar tiada guna

 

Selanjutnya,semakin lama kita harus

Belajar menguasai diri

Janganlah telinga kita tergesa-gesa

Memanaskan hati kita

 

Berusaha untuk memahami,

Berusaha untuk lebih bertoleransi

Dan mengingat bahwa kita sebagai manusia

Mempunyai suatu kodrat untuk dijunjung

posted under Puisi | No Comments »
« Older EntriesNewer Entries »